Sunday, November 12, 2023

How do we know each other?

Just For Fun

Jadi guys, gua mau cerita nih awal pertemuan gue sama istri. Saat dipagi yang cerah, tiba tiba gua dapat kabar dari emak gue bahwa ada temennye yang mau minta tolongin gue buat ngajarin komputer buat adiknye yang kuliah. Gue terkejut dong, scara gue masih kelas 1 SMA dan masih imut banget gitu kan. Ga nyangka dah, ada yang minta ajarin sama anak SMA. Tapi wajar juga sih karena biasanya gue selalu nolongin tuh ibu untuk benerin komputernya, trus juga instalin printer barunya. Dulu itu, masih pakai Windows 98. Jadul bangetlah pokoknya karena waktu itu, komputer masih sesuatu yang baru banget. Akhirnya gue pergi tu, ke rumah si ibu, buat ngajar komputer. Sebenarnya ga susah susah banget. Gua cuma ngajarin bagaimana peng-operasian Microsoft Word dan juga Windows Explorer karena pada saat itu, anak kuliah juga udah mulai beralih dari mesin ketik ke komputer.

Jadi gini brader, istri gue itu adalah keponakan dari orang yang lagi gua ajarin komputer. Waktu itu istri gue juga masih kecil banget. Istri gue kelas 4 SD dan gue anak kelas 1 SMA yang lagi imut imutnya. Ketika gue lagi ngajarin komputer, kadang tu cewek (istri gue) lumayan sering mondar mandir di ruang tamu padahal gue lagi ngajarin omnya dia. Yaaa.. wajar kali yaaa, karena memang itu rumah dia atau karena dia memang ga biasa liat cowo ganteng  sliweran di rumah dia. Anyway, gua juga ga pernah kepikiran kalau bakalan nikah sama istri gue yang sekarang karena memang kita ga pernah pacaran, telfonan dan jalan bareng sama sekali. Itu juga sebenarnya harapan gue untuk tidak menikah dengan orang yang gue kenal seperti teman gue atau seumuran sama gue. Gue berdoa supaya dapet yang jauh lebih muda dari pada gue.


Gue tipe anak yang cuma peduli sama dunia gue sendiri, sampe sampe adik gue yang paling bontot ngomong ke gue kalau waktu gue SMA, gue hampir ga pernah komunikasi dengan adik gue, padahal satu rumah, ya cuma beda kamar. Background pendidikan gue itu dari pondok salafi tepatnya di Podok Pesantren Al-Munawwarah. Dari awal gue udah berniat untuk menghindari hubungan dengan lawan jenis apalagi ngejar cewek dan berpacaran, enggak banget deh pokoknya. Dan kalaupun akhirnya gue pacaran, itu bukan karena gue yang ngedeketin, tapi tetap aja bahwa itu adalah murni kesalahan gue. Dulu, gue hobi banget beli majalah Komputer Aktif, Hai, dan Chip. Gue juga bela belain beli kamus komputer skalian biar ngerti dengan istilah tentang dunia komputer. Gue juga sering banget otak atik dan instal ulang komputer gue pakai operating system berbeda bahkan dual OS. Ga lupa juga gue belajar renang sama main gitar dari teman. Gue kumpulin uang jajan sebulan untuk bayarin entrance fee kolam renang untuk 3 orang termasuk gue dan makan bareng setelahnya. Setelah 3 kali pertemuan bareng teman gue, Alhamdulillah gue bisa renang dan diving. Dan untuk belajar gitar, kebetulan gue jurusan bahasa waktu di MAN 2 Model Pekanbaru. waktu itu beberapa guru mata pelajaran ada yang ga masuk sehingga kesempatan itu bisa gue gunakan untuk belajar gitar. Awal tujuannya sih buat menarik perhatian ciwi ciwi, tapi akhirnya cuma buat diri sendiri. Pernah sekali tampil di acara English Day di sekolah, malu banget karena suara gue terlalu merdu. Rasanya gue malu banget kalau inget moment itu.

Kembali ke topik, terlepas dari semua cerita hidup gue yang begitu standar. Gue juga ga begitu idealis dalam hal tertentu dengan keyakinan gue, tentunya ada beberapa cewek ngedekitin gue dan mereka menjadi warna dalam lika liku hidup gue. Keberadaan cewek cewek tersebut dan masalah yang gue hadapi selama ini menjadi pelajaran yang luar biasa dan mendewasan gue secara mental dan spiritual tentang hubungan antara dua insan. Sejujurnya tentu terjadi konflik batin ketika gue menjalani suatu hubungan saat itu. Gue merasa ada hal yang salah dan harus gue hentikan hingga akhirnya setelah melalui perdebatan panjang, gue mengambil keputusan buat menghentikan hubungan tersebut.

Ketika gue beranjak kuliah, gue lagi bayarin lisrik rumah karena disuruh emak. Dan gue ketemu sama emaknya istri gue. Trus doi nanyain ke gue kalau gue udah punya pacar apa belum. Dan gue ga bilang apa apa dan hanya tersenyum. Lanjut emaknya istri gue nanyain kuliah gue dan bagaimana IPK gue, yang kebetulan pada semester itu, IP gue dapat 4 out of 4. Dan kemudian emak istri gue nanyain apakah gue minat sama anaknya. Dan lagi gue hanya tersenyum.

Hingga akhirnya setelah lulus kuliah, gue sempat beberapa kali kerja diberbagai tempat dan pada awal tahun kedua, perusahaan tempat gue bekerja menawarkan untuk mutasi ke daerah Bogor untuk jadi Intruktur TOEFL disana. Awalnya memang gue menolak tapi, emak gue menyarankan untuk mengambil kesempatan tersebut untuk menambah pengalaman dan juga mengasah kemandirian gue untuk hidup sendiri di kota orang. Setelah pindah ke Bogor, ga lama kemudian, mantan murid gue ngehubungin gue, minta ajarin bahasa inggris katanya. Trus dia juga kirim suaranya dia dan foto foto dia waktu liburan ke Jepang karena ga mau kalah sama gue yang juga pernah diundang acara UNESCO ke Jepang. Hingga akhirnya kami dekat banget dan gue juga udah ketemu dan datang ke rumahnya dia, tapi alhamdulillah ga direstui sama orang tua gue karena satu dan lain hal. Sempat gue beragumen tentang hal tersebut, tapi gue tetap menghargai keputusan emak gue dan akhirnya gue fokus untuk kerja dan nabung buat masa depan. Walaupun dia udah telponan ama emak gue, itu ga merubah keputusan emak. Berat memang, tapi gue ga mau menentang keputusan emak sama sekali.

Di lain sisi, emaknya istri gue kaget banget mendapatkan surat undangan dari keluarga gue. Doi pikir gue yang menikah, padahal yang nikah adalah adek gue yang sudah 9 tahun berpacaran dengan kekasih tercintanya. Akhirnya emaknya istri gue lega banget mendengarkan penjelasan tersebut dan berharap anaknya bisa bersanding dengan gue. Udah mulai tuh, doi ngirimin foto-foto istri gue pergi umroh dan melaksanakan ibadah umroh dengan keluarganya disana. Kadang mertua gue juga ngirimin berbagai aktifitas istri ke gue, tapi sebagai seorang akhwat yang taat beragama, tentu saja istri gue spontan negur emaknya karena ngirimin fotonya dia ke cowok yang belum tentu menjadi suaminya di masa depan, tapi gue yakin di lain hal dia juga seneng banget sambil lompat lompat kayaknya. 😆

Setelah beberapa bulan kemudian, keluarga istri gue yang berdomisili di Finlandia datang ke rumah gue di Pekanbaru dan kebetulan gue ada di rumah karena liburan semester. Mereka nanyain apakah bener bahwa gue ga pernah jalan atau komunikasi sama istri gue sama sekali dan gue membenarkan hal tersebut dan segala bentuk komunikasi terjadi adalah antara emak gue dan emak istri gue. Karena memang posisi gue ada di Bogor dan komunikasi melalui handphone tidak terjadi sama sekali. Setelah pertemuan tersebut, bokap gue mendesak gue buat ngelamar istri. Gue langsung shocked. "For real??!!" Jujurly, Gue merasa bahwa gue belum siap financially, mentally, and spiritually. Tapi gue harus sugesti diri bahwa gue siap kalau enggak, gue ga akan nikah nikah. Kadang adakalanya sesuatu itu harus dipaksain. Sebagaimana nasehat emak gue "You'll never know unless you try".

Sebelum akhirnya gue ngelamar istri, banyak drama yang terjadi dikarenakan gue juga deket dengan mantan murid gue sehingga gue memutuskan untuk melakukan sholat istikharah. Jujurly, gua ga tau gimana caranya dapat jawaban dari sholat istikharah yang gue lakukan dan hingga akhirnya gue nonton video ustad Riza Basalamah yang mengatakan bahwa ketika segala urusan kita dimudahkan dengan wanita tersebut, berarti itu adalah jawaban dari sholat kita. Ketika kita sholat istikharah, kita berdoa "Ya Allah, jika memang dia jodohku maka mudahkanlah, jika dia bukan jodohku, jauhkanlah atau persulitlah". Padahal jawabannya udah jelas, hanya saja keinginan hati gue cenderung ke arah yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Astaghfirullah. Dan juga ketika gue baru selesai sholat istikharah, entah kenapa wajah istri seketika muncul, padahal kami enggak komunikasi sama sekali. Jadi gue pikir, itu suatu pertanda buat hidup gue. Dan gue-pun memantapkan niat untuk menikah.

Setelah liburan berakhir, gue balik kerja ke Bogor dan nabung buat nikah. Hingga akhirnya emak gue dan keluarga mewakili gue untuk meminang istri atau istilahnya khitbah di bulan maret. Sejak saat itu, istri gue mulai nge-chat. Dan membicarakan hal terkait pernikahan karena dipaksa emaknya. Gue juga sempet nanya istri "Are you ready to start from zero?". Dan istri menyanggupi bahwa kami akan memulai lembaran baru dari nol, dengan tempat yang baru dan tanpa keluarga dekat. Persiapan pun dimulai ketika covid 19 melanda Indonesia karena  banyak batasan dari pemerintah untuk tidak melakukan interaksi selama wabah covid 19. Sempat kepikiran untuk menikah melalui video call karena memang penerbangan banyak di cancel bahkan bandara ditutup buat sementara, yaa siapa tau bisa ngirit biaya pernikahan. Jadi keluarga pada saat itu berharap bahkan ketika pandemi sekalipun, pesta harus tetap diadakan karena itu adalah momen yang sakral.

Singkat cerita pada bulan oktober, mertua gue tiba tiba nelpon dan menginginkan agar pernikahan dipercepat tanpa menunggu istri menyelesaikan S2 nya di Universitas Riau dikarenakan restriksi terhadap aktivitas di luar kampus yang menyebabkan istri sulit menyelesaikan S2-nya menemui beberapa dosen untuk menyelesaikan Thesisnya. Terkejut dong pastinya, but gue stay cool aja, jika memang itu yang terbaik, why not karena kita ga tau nih, pandemi ini mau sampai kapan berakhir. Akhirnya persiapan pernikahanpun mulai disegerakan. Pembicaraan tetang tema, baju, biaya dan konsep pernikahanpun dimulai. Tentunya wajar ada perbedaan konsep baik itu tentang pernikahan, kesederhanaan, dan budaya karena latar belakang kami berdua memang berbeda. Menyatukan dua hal yang berbeda ini merupakan sebuah lika liku kehidupan. Masalah dan perbedaan konsep adalah sesuatu yang pasti dan menjadi bumbu kehidupan. Peran gue adalah bagaimana mengatasi masalah tersebut dengan benar. Bahkan di rumah tangga sekalipun, gue juga harus mempersiapkan dan memprediksi masalah apa yang mungkin akan muncul dan bagaimana menghadapinya. Kalau gue pakai kata-kata Mufti Menk, bahwa ujian sudah dipersiapkan atau didesign oleh Tuhan untuk kita. Yang Allah ingin tahu adalah "How do we react to our problem?". Intinya bagaimana kita mengatasinya, apakah sesuai dengan perintah-Nya atau tidak. Dan kita juga harus berhusnuzon bahwa apapun yang Tuhan berikan kepada kita adalah yang terbaik setelah proses istikharah yang kita lakukan atas cobaan tersebut.

Alhamdulillah, akhirnya pada tanggal 26 Desember 2020, gue dan istri resmi menikah di Pekanbaru. 

Setelah menikah, istri cerita ke gue kalau selama umroh, dia nyebut nama gue untuk dijadikan suami ketika berdoa di depan Ka'bah. Eh beneran, Allah ngabulin doa dia untuk dapat jodoh yang terbaik diatara pelamar lainnya. 😁


No comments :

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya yaaah ;D
Bisa juga comment as Anonymous(Tanpa nama), jika tidak ada akun atau blog. Bisa juga mengomentari dengan Akun Facebook di kolom paling bawah :)

Your Comment (Facebook or Yahoo)